Senin, 12 Oktober 2009

Hidup dalam naungan Al-Quran

Hidup dalam naungan Al-Quran berarti berinteraksi dengannya baik secara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghafalkan), tanfiidzh (mengamalkan), ta’liim (mengajarkan) dan tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman dan rujukan hukum). Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan yang mengajarkannya"

At-Tilawah (Membaca Al-Quran) (QS Al-Baqarah: 121)

Salah satu cara berinteraksi dengan Al-Qur’an yang harus


diperbanyak adalah tilawah Al-Qur’an. Salafu sholih sangat serius dalam masalah tilawah. Utsman bin ‘Affan mengkhatamkan setiap hari Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Abdullah bin Amru bin Al Ash ketika diperintahkan membaca Al Qur’an sebulan khatam, beliau masih menawar bahwa dirinya masih mampu untuk lebih cepat dari itu. Setelah terjadi tawar-menawar, maka Rasulullah saw. membolehkan membacaAl-Quran setiap tiga hari khatam. Sementara imam As-Syafi’i mengkhatamkan 60 kali dalam bulan Ramadhan diluar waktu sholat. Sebagian ada yang setiap pekan khatam dan ada yang sepuluh hari khatam. Demikianlah tilawah para shalafu sholih.

Orang-orang beriman menjadikan Al-Quran sebagai buku bacaan hariannya dan tidak pernah bosan dan kenyang dengan Al-Qur’an. Sebagaimana diungkapkan oleh Utsman bin ‘Affan ra, "Kalau hati kita bersih, maka kita tidak akan pernah kenyang dengan Al-Quran". Karena dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, akan mendapatkan banyak kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, "Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka terimalah hidangan itu sekuat kemampuan kalian. Al-Quran ini adalah tali Allah, cahaya yang terang, obat yang bermanfaat, terpeliharalah orang yang berpegang teguh dengannya, keselamatan bagi yang mengikutinya. Jika akan menyimpang, maka diturunkan, tidak terputus keajaibannya, tidak lapuk karena banyak diulang. Bacalah karena Allah akan memberikan pahala bacaan kalian setiap huruf sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf". (HR Al-Hakim)

At-Tadabbur (Memahami Al-Quran) (QS Shaad: 29)

Tadabbur Al-Quran adalah meneliti lafazh Al-Quran untuk sampai pada makna Al-Quran. Intinya bahwa tadabbur yaitu memahami Al-Qur’an, mendalami, memikirkan dan memperhatikan agar dapat diamalkan. Inilah tujuan inti dari diturunkan Al-Quran, yaitu untuk difahami isinya kemudian diamalkan. Sebab jika orang membaca sesuatu dan tidak memahami maknanya maka tujuan inti dari apa yang dibaca tidak sampai. Orang yang berilmu dan memiliki peradaban adalah orang yang memahami apa yang dibaca. Berkata Ibnu Taimiyah, "Tradisi yang terjadi adalah menolak, jika suatu kaum membaca kitab pada disiplin ilmu tertentu, seperti kedokteran atau matematika kemudian tidak memahaminya. Bagaimana dengan kalam Allah Ta’ala yang merupakan kunci penjagaan, keselamatan, kebahagiaan dan pedoman pada agama dan dunia mereka?"

Al-Quran adalah mu’jizat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dan manusia dapat menikmati mu’jizat tersebut. Seluruh isinya berupa kebenaran, kebaikan, keindahan, ilmu pengetahuan dan mengantarkan manusia pada kebahagiaan. Orang yang hidup dalam naungan Al-Quran mereka akan mendapatkan keberkahan. Keberkahan umur, keberkahan harta dan keberkahan sarana lainnya. Sebaliknya manusia yang berpaling dari Al-Quran, mereka akan mendapatkan kehidupan yang paling sempit, sengsara dan menderita di dunia dan akhirat. (QS Thahaa 124-126).

Sangat disayangkan jika mu’jizat terakhir yang membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat tidak dapat difahami dan dini’mati oleh mayoritas manusia. Tetapi inilah realitas yang terjadi, mayoritas manusia tidak beriman pada Al-Quran dan mayoritas umat muslim tidak mengetahui isinya.

Al-Hifzh wa al-Muhafazhah (Menghafal dan menjaga Al-Quran)

"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim" (QS Al-ankabuut 29).

Maksudnya, bahwa ayat-ayat Al Quran itu terpelihara dalam dada dengan dihapal oleh banyak kaum muslimin turun temurun dan dipahami oleh mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengubahnya. Dan inilah satu bentuk kemudahan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Bahwa Al-Qur’an mudah dibaca, mudah difahami, mudah dihafalkan dan mudah diamalkan. Surat Al-Qomar menyebutkan empat kali, bahwa Allah telah berjanji untuk memudahkan al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. "Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS Al Qomar, 17,22,32,40). Para ulama tafsir, diantaranya Al-Qurthubi, As-Suyuti dan lainnya menafsirkan, bahwa Allah telah memudah Al-Qur’an untuk dihafalkan.

Banyak orang-orang beriman yang sudah putus asa dalam menghafalkan Al-Qur’an, seolah tidak mampu lagi menambah hafalannya, yang ada malah berkurang. Apalagi jika umur sudah mulai menginjak 40 tahun. Problematika ini menunjukkan kelemahan iman dan semangat dalam menghafalkan Al-Qur’an. Bahkan ada seorang da’i yang mengatakan bahwa dalam Islam semuanya mudah kecuali menghafal Al-Qur’an. Kondisi seperti ini tentu sungguh sangat memperihatinkan. Padahal jika kita melihat keislaman para sahabat, mayoritas mereka masuk Islam sudah dewasa, sebagiannya sudah melewati usia 40 tahun, tetapi mereka masih terus bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya orang yang dalam dadanya tidak ada (hafalan ) dari Al-Qur’an, maka seperti rumah rusak (kosong)" (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Al-Hakim). Rumah rusak atau kosong, berarti mudah dimasuki mahluk lain, seperti syetan atau jin yang senantiasa mengganggu manusia. Dan memang kita mendapati, bahwa orang yang suka diganggu syetan atau jin adalah orang yang hatinya kosong, yaitu kosong dari keimanan dan kosong dari Al-Qur’an.

Rasulullah saw. banyak memberikan keistimewaan bagi orang orang yang hafal Al-Qur’an, diantaranya, "Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir, bersama malaikat yang mulia dan baik" (Muttafaqun ‘alaihi). "Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu seseorang yang diberikan Al-Qur’an dan diamalkan siang malam. Dan seseorang yang diberi harta, dia menginfakkannya siang malam" (Muttafaqun ‘alaihi). "Ahlul Qur’an adalah ahli Allah dan yang diistimewakan-Nya" (HR Ahmad dan Ibnu Majah). "Yang memimpin (imam) suatu kaum adalah yang paling menguasai Al-Qur’an" (HR Muslim). Pemimpin disini baik dalam shalat dan tentu saja diluar shalat. Karena Rasulullah saw. ketika memberi tugas pada para sahabat, yang diangkat jadi pemimpin adalah yang paling menguasai Al-Qur’an atau yang paling faqih terhadap agama.

At-Tanfidz wa al-`Amal bihi (Mengamalkan Al-Qur’an) (QS At-Taubah 105)

Langkah interaksi terhadap Al-Qur’an berikutnya adalah mengamalkannya. Mengamalkan Al-Qur’an berarti mengamalkan ajaran Islam atau beramal shalih. Imam Ali menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, yaitu orang yang beramal sesuai dengan petunjuk Al Qur’an (al’amalu bit tanziil). Inilah interaksi yang harus dilakukan oleh setiap orang beriman, menjalankan yang diperintahkan dan meninggalkan yang diharamkan. Mengamalkan Al-Qur’an harus sampai pada tingkat bahwa Al-Qur’an menjadi kepribadian atau akhlaknya. Inilah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., sebagaimana diceritakan ‘Aisyah, "Akhlak Rasul adalah Al-Qur’an" (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i). Begitu juga para sahabat disebut dengan ‘Generasi Al-Qur’an yang unik’.

Diantara bentuk mengamalkan AlQur’an adalah mengikuti sunnah Rasul saw. Karena kita melihat banyak orang yang mengklaim mengikuti Al-Qur’an tetapi tidak mengikuti sunnah bahkan yang menafikan sunnah. (QS Al-Hasyr 7).

Sesuatu yang harus menjadi keprihatinan kita orang-orang beriman adalah bahwa banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Hal ini juga yang menjadi keprihatinan Rasulullah saw. Bahkan keprihatinan ini diabadikan dalam Al-Qur’an, "Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan" (QS Al-Furqan 30). Meninggalkan Al-Qur’an ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena begitu gencarnya propaganda penyesatan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Begitu juga upaya yang sistematis agar umat Islam jauh dari Al-Qur’an (QS Al-Fushilat 41).

Berbagai macam dakwah kebatilan digalakan, berbagai macam hiburan yang melalaikan disemarakkan sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Meninggalkan dari membaca Al-Qur’an, meninggalkan dari memahami Al-Qur’an, meninggalkan dari menghafalkan Al-Qur’an, meninggalkan dari mengamalkan Al-Qur’an dan meninggalkan dari segala macam yang terkait dengan Al-Qur’an. TV mempunyai peran yang sangat besar dalam membuat umat Islam meninggalkan Al-Qur’an.

At-Ta’lim wa ad-Da’wah wal jihaad (Mengajarkan dan menda’wahkan Al-Our’an) (QS Al-Furqaan 52).

Melihat fenomena bahwa umat meninggalkan Al-Qur’an, maka harus ada upaya simultan bagi para da’i, yaitu mengajarkan Al-Qur’an, menda’wahkan dan berjihad dengannya. Inilah bentuk interaksi terakhir orang-orang beriman dengan Al-Qur’an. Inilah sejatinya yang disebut dengan hidup dalam naungan Al-Qur’an. Ta’lim, da’wah dan jihad yang terus-menerus sampai Allah memberikan kemenangan atau mati syahid dijalan perjuangan ini. Inilah kehidupan yang telah dilalui oleh Rasulullah saw. bersama dengan keluarga dan para sahabatnya. Diteruskan oleh generasi salafu shalih berikutnya, perjuangan yang tidak kenal henti.

As-Syahid Sayyid Quttub menceritakan dalam muqaddimah Tafsirnya, "Hidup dalam naungan AlQur’an adalah ni’mat. Ni’mat yang hanya diketahui oleh siapa yang telah merasakannya. Ni’mat yang akan mengangkat umur, memberkahi dan menyucikannya."


0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar