MENCIPTAKAN KELUARGA BAHAGIA
Setiap orang pastilah ingin keluarganya bahagia. Menciptakan keluarga bahagia bukanlah hal yang sulit. Ada kiat-kiat tertentu dalam membina keluarga menuju keluarga bahagia : Jujurlah satu sama lain.
Dengarkan keluhan pasangan Anda dan anggap serius perasaannya.
Bila ada ganjalan sebaiknya di diskusikan sehingga tidak menimbulkan kebencian.
Tunjukkan pada pasangan bahwa Anda mencintainya dan katakanlah “I love You” minimal sekali sehari.
Ciptakanlah waktu berdua saja tanpa diganggu oleh anak-anak. Jadualkan kegiatan berdua minimal setahun sekali.
Janganlah mengungkit-ungkitµ masa lalu dan belajarlah dari kesalahan.
Percayalah pada pasangan . Bila Anda ragu atau curiga ungkapkanlah hal tersebut padanya.
Pada saat pasangan Anda berbicara, pandanglah wajahnya sehingga ia tahu kalau Anda memperhatikan ucapannya.
Saat bertengkar jagalah perkataan Anda (jangan sampai mengatakan sesuatu yang akan disesali nantinya) dan berusahalah tetap tenang dan tidak terbawa emosi, berusahalah tetap duduk.
Jagalah rahasia hubungan Anda berdua. Kebiasaan membaca harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sebab, buku tak hanya fondasi dasar utama bagi perkembangan mental dan spiritual seorang anak, tapi juga sebagai sumber pengetahuan serta sarana pembina kematangan berpikirnya. Dengan melalui buku si anak akan diajar untuk mengenal segala sesuatu yang ada dan apa yangterjadi di alam semesta sebagai apresiasi terhadap ciptaan Allah. Nah bagaimana agar anak cinta buku karena buku juga berfungsi sebagai salahsatu sarana komunikasi. Dengan semakin sering anak berkomunikasi dengan buku,semakin banyak pula pengetahuan yang didapatnya. Pengertian ini sangat membantu pembentukan kepribadian dan pola pikir seorang anak. Komunikasi anak dengan buku tidak dapat dihalangi oleh siapa pun. Seorang pakar linguistik dari sebuah universitas ternama di California,Susan Curtis, menyatakan bahwa komunikasi sangat esensial bagi pengembangan kepribadian manusia. Para ahli ilmu-ilmu sosial berulang kali mengemukakan, ketidak mampuan untuk berkomunikasi dengan baik (terutama dalam keluarga), menjadi penghambat perkembangan kepribadian dan pengalaman kesadaran manusia.Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi anak untuk berkenalan dengan buku. Peranan kedua orangtua sangat besar dalam menanamkan rasa cintabuku kepada anak-anaknya. Proses ini dapat dimulai sejak usia dini. Mendongeng sebelum tidur perlu dilakukan karena rutinitas ini tidak hanya mengandung aspek pendidikan, juga menjadi saat-saat yang berharga untuk menjalin hubungan emosional antara orangtua dananak.Ketika anak mulai bersekolah, orangtua dapat memperkenalkan cara-cara memperoleh buku, misalnya dengan kunjungan ke toko buku, pameranbuku, bursa buku murah (pasar loak/bekas), atau ke perpustakaan. Tidak harusmembeli, tapi agar anak melihat jenis-jenis buku yang ada diluar rumahnya. Jika anak tertarik membeli satu buku, kita dapat mengajaknya menabung sampai ia dapat membelinya sendiri.Karenanya, perpustakaan pribadi bagi keluarga menjadi sebuah keniscayaan yang penting untuk mengakrabkan anak dengan buku. Karena itu,orangtua seharusnya menyediakan perpustakaan di rumahnya.Perpustakaan umum juga dapat dijadikan objek rekreasi orangtua dananak. Bahkan, dengan meminjam buku perpustakaan anak diajar untuk menghargaibuku yang bukan miliknya, mendisiplin diri dengan meyediakan waktu untukmembaca selama tenggang waktu peminjaman, dan mengembalikannya tepat waktu.Yang sangat diperlukan dalam menanamkan minat membaca kepada anak selain ketersediaan buku, adalah waktu. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi melalui TV, waktu untuk melakukan kegiatan serta interaksi antar anggota keluarga yang bermanfaat seperti membaca, sangatlah berkurang. Penelitian diAmerika Serikat menunjukkan bahwa TV menyala rata-rata selama 7¼ jam setiaphari. Padahal, seorang dokter spesialis anak dan pakar peneliti dalam bidangperkembangan anak dari Universitas Harvard, Dr,. Berry Brazelton, mengemukakanbahwa satu jam merupakan batas menonton maksimal bagi anak-anak usia 5-6 tahun.Lebih dari satu jam, tayangan-tayangan TV menjadi semacam racun yang mereduksikemampuan daya nalar dan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah.Berkebalikan dari tayangan-tayangan TV yang bersifat sepintas dancepat berlalu, dengan membaca buku seorang anak (ataupun orang dewasa) didorong untuk menyediakan waktu untuk merenung, serta tersedia jarak waktu yang memungkinkan untuk berpikir serta menentukan sikap terhadap materi yangdibacanya. Tayangan TV memiliki sifat yang bertentangan dengan aktivitas membaca. TV menyebabkan otak cenderung pasif karena hanya menerima terpaanaudio-visual.Sementara membaca menuntut otak untuk aktif. Kalau terbiasa melihatTV, orang dewasa pun bisa kehilangan minat baca. Apalagi anak-anak. Selain itu,efek pasif ini lebih besar ketika TV banyak menayangkan program yang sangat menyerap perhatian. Program-program acara yang menyajikan kebaruan terencana(designed novelty) –bukan kebaruan yang sesungguhnya- dan sangat mendebarkan,membuat perhatian terkuras. Bisa saja acara TV dikemas untuk memberi efekpositif terhadap minat belajar dan membaca pada anak.Namun, bukan berarti TV menjadi barang haram bagi keluarga. Adabeberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan keberadaan TV;
Pertama, matikanlah TV selama waktu membaca. Anak perlu dibiasakan berkonsentrasi dengan bacaannya tanpa godaan tayangan TV yangdaya pikatnya lebih kuat. Duduklah bersama mereka, dan pilihlah sebuah bukuyang menarik atau koran hari itu untuk dibaca bersama. Kegiatan ini dapatmenanamkan kebiasaan untuk membaca secara teratur.Kedua, seperti yang disarankan Nibras, orangtua seharusnya selalu mendampingi anak saat berada didepan TV. Jika ada film atau jenis acara lain yang menjadi minat khusus anak,misalnya dari cerita-cerita klasik (dongeng, legenda) atau yang bersifatilmiah, berusahalah untuk mendapatkan buku-buku yang berkaitan dengan tayangantersebut. Dengan demikian anak diajak untuk mengkaji serta mempelajari lebihseksama tentang apa yang dilihatnya di layar kaca. Cara ini juga sedikit banyakmenumbuhkan kecintaan anak terhadap ilmu pengetahuan.Tetapi orangtua tetap harus berada di garda terdepan dalam mencintaibuku. Orangtua yang tidak gemar membaca, relatif lebih sulit menumbuhkan minat baca yang tinggi pada anak. Namun hal ini bukan berarti kecintaan orangtua terhadap buku dengansendirinya membangkitkan semangat anak membaca. Perlu upaya dan usaha secarasengaja dari orangtua untuk merangsang anak untuk membaca.
0 komentar:
Posting Komentar